Jumat, 04 Januari 2008

Haki Di Indonesia

Perlindungan Haki di Indonesia Ketiga Terburuk di Dunia

Hasil survei Business Software Alliance (BSA) pada 2005 menunjukkan, Indonesia menduduki posisi terburuk ketiga di dunia dalam perlindungan terhadap Hak-hak Kekayaan Intelektual (HaKI).

"Buruknya perlindungan terhadap HaKI di Indonesia tercermin dari tingkat pembajakan perangkat lunak yang mencapai 87 persen dengan kerugian yang diderita sekitar 280 juta dolar AS," ujar License Complience Manager Microsoft Indonesia, Anti Suryaman, di Medan, Rabu (23/5).

Dalam makalah yang disampaikan pada Radio Talkshow yang digelar dalam rangkaian Peringatan Hari HaKI Sedunia dan Peringatan Hari Jadi SmartFM Medan ke-11 dikatakannya bahwa hasil survei tahun 2006 menunjukkan perlindungan HaKI di Indonesia sedikit mengalami perbaikan.

Peringkat perlindungan HaKI di Indonesia selama tahun 2006 tercatat pada posisi kedelapan dengan tingkat pembajakan sebesar 85 persen, namun dengan tingkat kerugian yang ditimbulkan justru meningkat menjadi 350 juta dolar AS.

Lebih jauh disebutkan bahwa tingkat pembajakan yang sangat tinggi menyebabkan perusahaan teknologi informasi (TI) tidak mendapat insentif untuk mengembangkan teknologi maupun investasi, sehingga pemain TI global yang diharapkan menanamkan modalnya di Indonesia justru lari ke negara lain.

Negara tetangga seperti Malaysia, misalnya, mencatatkan kemajuan pesat di bidang perlindungan HaKI. Negara itu bahkan menciptakan sistem peradilan khusus untuk menangani kasus-kasus HaKI.

Cina juga mengalokasikan anggaran untuk membeli piranti lunak legal bagi kantor-kantor pemerintahan dan mewajibkan semua PC yang dipasarkan untuk dilengkapi dengan sistem operasi yang legal.

Filipina juga menggencarkan pemberantasan pembajakan, sehingga peringkatnya juga meningkat. Vietnam pun memberlakukan ketentuan HaKI yang tegas dan melakukan legalisasi piranti lunak di semua sektor pemerintahan.

"Dalam kacamata seperti itu, investor TI global melihat Indonesia jauh tertingal. Padahal, tanpa upaya serius dan berkelanjutan untuk melindungi HaKI, pemerintah Indonesia akan terlihat tidak bisa melakukan perlindungan terhadap HaKI sebagai salah satu komponen penting dalam menarik investasi," katanya.

Pada bagian lain Anti Suryaman juga mengungkapkan bahwa International Intellectual Property Alliance (IIPA) pada Februari lalu merekomendasikan kepada United States Trade Representatif (USTR) agar status Indonesia berada pada posisi "wacth list" karena selama tahun 2006 dinilai telah tercipta banyak kemajuan dalam mengurangi tingkat pembajakan.

Status yang diberikan kepada Indonesia itu lebih baik ketimbang status lima tahun lalu dimana IIPA merekomendasikan kepada USTR agar Indonesia ditempatkan pada posisi "priority watch list".

Sehubungan dengan itu ia mengaku menyambut baik upaya serius pemerintah untuk terus menekan pembajakan melalui Tim Nasional HaKI sekaligus UU HaKI. "Kita berharap kedua perangkat ini bisa secara perlahan tapi pasti menekan angka kejahatan pembajakan hak kekayaan intelektual di Indonesia," ujarnya.

Tantangan terbesar, menurut dia, adalah membangun kesadaran publik, mengingat tindakan pembajakan lebih disebabkan karena ketidaktahuan ketimbang kesengajaan.

"Jika ingin memberantas pembajakan HaKI dalam skala masif, maka pemerintah harus jadi pioner, tidak hanya dalam pengertian mengeluarkan peraturan dan kebijakan melalui perangkat hukum, tetapi yang paling utama adalah dengan menunjukkan kepada dunia luar bahwa pemerintah kita juga bersih dari barang-barang bajakan," katanya. [TMA, Ant]
Sumber :Gatra.com

Tidak ada komentar: